Menimbang | a. | bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan; |
|
| b. | bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup clan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; |
|
| c. | bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air clan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperlihatkan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis; |
|
| d. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, clan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;
|
|
Mengingat | 1. | Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945; |
|
| 2. | Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan
(Lembaran Negara Indonesia Tahun 1974 Nomor 65,
tambahan Lembaran Negara Nomor 3046); |
|
| 3. | Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); |
|
| 4. | Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); |
|
|
| MEMUTUSKAN: |
|
Menetapkan: |
| PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. |
|
|
|
BAB 1 |
|
|
|
KETENTUAN UMUM
|
|
|
|
Pasal 1 |
|
|
| Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan |
|
| 1. | Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah kecuali air laut dan air fosil; |
|
| 2. | Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, Sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara; |
|
| 3. | Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjadi agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya; |
|
| 4. | Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penangulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air; |
|
| 5. | Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; |
|
| 6. | Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu; |
|
| 7. | Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air; |
|
| 8. | Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitasnya, dan atau fungsi ekologis; |
|
| 9. | Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air; |
|
| 10. | Status mutu air adalah tingkat . kondisi mutu air yang menunjukkanl kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan; |
|
| 11. | Pencemaran air adalah memasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan mannusia, sehinga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya; |
|
| 12. | Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung didalam air atau ,air limbah; |
|
| 13. | Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar; |
|
| 14. | Air Iimbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair; |
|
| 15. | Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaanya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan; |
|
| 16. | Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/ Kepala Lembaga Pemerintah Nondepartemen; |
|
| 1 7. | Orang adalah orang perseorangan,dan atau kelompok orang dan atau badan hukum ; |
|
| 18. | Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.
|
|
|
| Pasal 2 |
|
| (1) | Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemmaran air diselengarakan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem. |
|
| (2) | Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. |
|
|
| Pasal 3 |
|
|
| Penyelengaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang - undangan. |
|
|
| Pasal 4 |
|
| (1) | Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang dinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya. |
|
| (2) | Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air. |
|
| (3) | Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada : |
|
|
| a. sumber yang terdapat di dalam hutan lindung; |
|
|
| b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan |
|
|
| c. akuifer air tanah dalam |
|
| (4) | Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud didalam ayat (3). |
|
| (5) | Ketentuan mengenai pencemaran kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c ditetapkan dengan peraturan perundang - undangan .
|
|
|
| BAB II |
|
|
| PENGELOLAAN KUALITAS AIR |
|
|
| Bagian Pertama
Wewenang |
|
|
|
Pasal 5 |
|
| (1) | Pemerintah dilakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas batas negara. |
|
| (2) | Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota. |
|
| (3) | Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kabupaten / Kota.
|
|
|
| Pasal 6 |
|
|
| Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air sebagamana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten / Kota yang bersangkutan. |
|
|
|
Bagian Kedua |
|
|
| Pendayagunaan Air |
|
|
| Pasal 7 |
|
| (1) | Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota menyusun rencana pendayagunaan air. |
|
| (2) | Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana, dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat |
|
| (3) | Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuailtitas dan atau fungsi ekolosis.
|
|
| | Bagian Ketiga
Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air
|
|
| | Pasal 8 |
|
| (1) | Klasifikasi mutuair ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas : |
|
|
| a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air bakti air minum, dan atau peruntukan lain yang imempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; |
|
|
| b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; |
|
|
| c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk imengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut; |
|
|
| d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. |
|
| (2) | Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.
|
|
|
| Pasal 9 |
|
| (1) | Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada; |
|
|
| a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden. |
|
|
| b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi. |
|
|
| c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota . |
|
| (2) | Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan oleh Pemerintah ,Pemerintah Propinsi, dan atau Peinerintah Kabupaten / Kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
|
| (3) | Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a. |
|
| (4) | Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri. |
|
| | Bagian Keempat
Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air,Dan Status Mutu Air |
|
|
|
Pasal 1 0 |
|
|
| Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9. |
|
|
|
Pasal 1 1 |
|
| (1) | Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau penambahan parameter pada air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah. |
|
| (2) | Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait. |
|
|
|
Pasal 12 |
|
| (1) | Pemerintah propinsi dapat menetapkan; |
|
| | a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagamiana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dan atau |
|
| | b. Tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2). |
|
| (2) | Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi. |
|
| (3) | Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan parameter baku mutu air sebagaimana dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
|
|
|
| Pasal 13 |
|
| (1) | Pemantauan kualitas air pada |
|
|
| a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten / Kota dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten / Kota; |
|
|
| b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten / Kota dalam satu propinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota; |
|
|
| c. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah propinsi dan atau sumber air yang merupakan lintas batas negara kewenangan pemantauannya berada pada Pemerintah. |
|
| (2) | Pemerintah dapat menugaskan Propinsi Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pemantauan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c. |
|
| (3) | Pemantauan kualitas air sebagamana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam )bulan sekali. |
|
| (4) | Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, disampaikan kepada Menteri. |
|
| (5) | Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. |
|
|
|
Pasal 14
|
|
| (1) | Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan; |
|
|
| a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air ; |
|
|
| b. kondisi baik , apabila mutu air memenuhi baku mutu air. |
|
| (2) | Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. |
|
|
|
Pasal 15 |
|
| (1) | Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar; maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran. |
|
| (2) | Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas air. |
|
|
| Pasal 16 |
|
| (1) | Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air. |
|
| (2) | Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk Menteri.
|
|
|
|
Pasal 1 7 |
|
| (1) | Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air Iimbah dari dua atau lebih laboratoriummaka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan. |
|
| (2) | Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium rujukan nasional. |
|
|
|
BAB Ill |
|
|
| PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
Bagian Pertama
Wewenang |
|
|
| Pasal 18 |
|
| (1) | Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara. |
|
| (2) | Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yailg lintas Kabupaten / Kota. |
|
| (3) | Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten / Kota.
|
|
|
|
Pasal 19 |
|
|
| Pemerintah dalam melakukanpengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah propinsi atau Pemerintah Kabupaten / Kota yang bersangkutan. |
|
|
|
Pasal 20 |
|
|
| Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang: |
|
| | a. menetapkan daya tampung beban pencemaran; |
|
| | b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar; |
|
| | c. menetapkan persyaratan air Iimbah untuk aplikasi pada tanah; |
|
| | d. menetapkan persyaratan pembuangan air Iimbah ke air atau sumber air; |
|
| | e. memantau kwalitas air pada sumber air; dan |
|
| | f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air. |
|
|
|
Pasal 21 |
|
| (1) | Baku mutu air Iimbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait. |
|
| (2) | Baku mutu air Iimbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air Iimbah nasional sebagaiimana dimaksud dalam ayat (1). |
|
| (3) | Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali. 1 |
|
| (4) | Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri. |
|
|
|
Pasal 22 |
|
| | Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.
| |
|
| Pasal 23 |
|
| (1) | Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya. tampunng beban pencemmaran air pada sumber air. |
|
| (2) | Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara berkala sekurang - kurangnya 5 (Iima) tahun sekali. |
|
| (3) | Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan untuk |
|
|
| a. pemberian izin lokasi; |
|
|
| b. pengelolaan air dan sumber air ; |
|
|
| c. penetapan rencana tata ruang ; |
|
|
| d. pemberian izin pembuangan air limbah; |
|
|
| e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air. |
|
| (4) | Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. |
|
|
| Bagian Kedua
Retribusi Pembuangan Air Limbah |
|
|
| Pasal 24 |
|
| (1) | Setiap orang yang membuang air Iimbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air Iimbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupatenl / Kota dikenakan retribusi. |
|
| (2) | Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten / Kota. |
|
|
| Bagian Ketiga
Penangulangan Darurat |
|
|
| Pasal 25 |
|
|
| Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya. |
|
|
|
Pasal 26 |
|
|
| Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka penangung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penangulangan dan pemulihan. |
|
|
| BAB IV
PELAPORAN |
|
|
| Pasal 27 |
|
| (1) | Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran ,air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang berwenang. |
|
| (2) | Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat |
|
|
| a. tanggal pelaporan; |
|
|
| b. waktu dan tempat; |
|
|
| c. peristiwa yang terjadi; |
|
|
| d. sumber penyebab; |
|
|
| e. perkiraan dampak. |
|
| (3) | Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam iangka waktu selambat- lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya laporan, wajib meneruskanya kepada Bupati / Walikota / Menteri. |
|
| (4) | Bupati / Walikota / Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib negeri melakukan verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air |
|
| (5) | Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka Bupati / Walikota / Menteri wajib memerintahkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran airr serta dampaknya. |
|
|
|
Pasal 28 |
|
|
| Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati / walikota / Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan. |
|
|
|
Pasal 29 |
|
|
| Setiap penanggung,jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib menyaimpaikan laporannya kepada Bupati / Walikota / Menteri.
|
|
|
| BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN |
|
|
| Bagian Pertama |
|
|
| Hak |
|
|
| Pasal 30 |
|
| (1) | Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik. |
|
| (2) | Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air. |
|
| (3) | Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan , kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang - undangan yang berlaku. |
|
|
| Bagian Kedua
Kewajiban |
|
|
| Pasal 31 |
|
|
| Setiap orang wajib : |
|
|
| a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) |
|
|
| b. mengendalikaan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud didalam Pasal 4 ayat (4). |
|
|
| Pasal 32 |
|
|
| Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
|
|
|
| Pasal 33 |
|
|
| Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota wajib memberikan lnformasi kepadamasyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. |
|
|
|
Pasal 34 |
|
| (1) | Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan tentang penataan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah |
|
| (2) | Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin pembuangan air Iimbah ke air atau sumber air. |
|
| (3) | Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati /Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Menteri. |
|
| (4) | Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
|
|
|
| BAB VI |
|
|
| PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN
PEMBUANGAN AIR LIMBAH |
|
|
| Bagian Pertama |
|
|
| Pemanfaatan Air Limbah |
|
|
| Pasal 35 |
|
| (1) | Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air Iimbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupat / Walikota. |
|
| (2) | Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan . |
|
| (3) | Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati / Walikota dengan memperhatian pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. |
|
|
|
Pasal 36 |
|
| (1) | Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah aplikasi pada tanah. |
|
| (2) | Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang -kurangnya : |
|
|
| a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman ; |
|
|
| b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan |
|
|
| c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat. |
|
| (3) | Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati / Walikota. |
|
| (4) | Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemkarssa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) |
|
| (5) | Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah |
|
| (6) | Penerbitan pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-selambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin |
|
| (7) | Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. |
|
|
| Bagian kedua Pembuangan Air Limbah |
|
|
| Pasal 37 |
|
|
| Setiap penanggung usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menangulangi terjadinya pencemaran air |
|
|
|
Pasal 38 |
|
| (1) | Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin |
|
| (2) | Dalam persyaratan izin Pembuangan air Iimbah sebagaimana dimaksud didalam ayat (1) waiib dicantumkan |
|
|
| a. kewajiban untukmengelola Iimbah; |
|
|
| b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan ; |
|
|
| c. persyaratan cara pembuangan air limbah ; |
|
|
| d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulamgan keadaan darurat ; |
|
|
| e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ; |
|
|
| f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan ; |
|
|
| g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu atau pelepasan dadakan ;saat |
|
|
| h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penataan batas kadar yang diperyaratkan ; |
|
|
| i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau. |
|
| (3) | Dalam penetapan peryaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif, Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom. |
|
|
|
Pasal 39 |
|
| (1) | Bupati / Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diinginkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada sumber air ; |
|
| (2) | Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan bku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) |
|
|
|
Pasal 40 |
|
| (1) | Setiap usaha dan kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapatkan izin tertulis dari Bupati / Walikota. |
|
| (2) | Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. |
|
|
|
Pasal 41 |
|
| (1) | Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau sumber air. |
|
| (2) | Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya : |
|
|
| a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman |
|
|
| b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan |
|
|
| c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat. |
|
| (3) | Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati / Walikota . |
|
| (4) | Bupati / Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). |
|
| (5) | Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana diamksud dalam ayat (4) menunjukakan bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka Bupati / Walikota menerbitkan izin pembungan air limbah. |
|
| (6) | Penerbitan izin pembungan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh ) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin. |
|
| (7) | Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembungan air limbah ditetapkan oleh Bupati /Walikota dengan memperhatikan pedoman yang ditetapkan Mentei |
|
| (8) | Pedoman kajian pembungan air limbah sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri |
|
|
|
Pasal 42 |
|
|
| Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan sumber air. |
|
|
|
BAB VII |
|
|
| PEMBINAAN DAN PENGAWASAN |
|
|
| Bagian Pertama Pembinaan |
|
|
| Pasal 43 |
|
| (1) | Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendaliaan pencemaran air. |
|
| (2) | Pembinaan sebagaimana dimaksudkan dalam yat (1) meliputi: |
|
|
| a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelola lingkungan hidup; |
|
|
| b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif |
|
| (3) | Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten / Kota melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga. |
|
| (4) | Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilakukan oleh pemerintah Propinsi, pemerintah Kabupaten / Kota dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu. |
|
| (5) | Pembangunan saran dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang -undangan yang berlaku.
|
|
|
| Bagian Kedua Pengawasan |
|
|
| Pasal 44 |
|
| (1) | Bupati / Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan yang tercantum dalam izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2) |
|
| (2) | Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan daerah. |
|
|
| Pasal 45 |
|
|
| Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan melakukan pengawasan terhadap penataan persyaratan yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan. |
|
|
|
pasal 46 |
|
|
| (1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasa 44 ayat (2) dan pasal 45 berwenag: |
|
|
| a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio visual, dan pengukuran; |
|
|
| b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepentingan, karyawan yang bersangkutan, konsultan, kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat; |
|
|
| c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat catatan yang diperlukan, antara lain dokumen perizinan, dokumen AMDAL, UKI, UPL, data hasil swapantau, dokumen surat keputusan organisasi perusahaan; |
|
|
| d. memasuki tempat tertentu; |
|
|
| e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolog; |
|
|
| f. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas, dan instansi pengolahan limbah; |
|
|
| g. memeriksa instansi, dan atau alat transportasi; |
|
|
| (2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi pembuatan denah, sketsa, gambar, peta, dan atau dekripsi yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pengawasan. |
|
|
|
pasal 47 |
|
| | Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib memperlihatkan surat tugas dan atau tanda pengenal.
| |
| | BAB VIII |
|
| | SANKSI |
|
| | Bagian Pertama Sanksi Administrasi |
|
|
| Pasal 48 |
|
|
| Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatn yang melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40,dan Pasal 42, Bupati / Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi. |
|
|
|
Pasal 49 |
|
|
| Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 25, Bupati / Walikota / Mentri berwenang menerapkan paksaan pemerintahan atau uang paksa. |
|
|
|
Bagian Kedua Ganti Kerugian |
|
|
| Pasal 50 |
|
| (1) | Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan aatau melakukan tindakan tertentu. |
|
| (2) | Selain pembeban untuk melakukan tindakkan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakkan tertentu tersebut. |
|
|
| Bagian Ketiga
Sanksi Pidana |
|
|
| Pasal 51 |
|
|
| Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 41, Pasal 42, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 44, pasal 45, pasal 46, pasal 47 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
|
|
| | BAB IX |
|
| | KETENTUAN PERALIHAN |
|
|
| Pasal 52 |
|
|
| Baku mutu air limbah untuk jenis usah dan atau kegiatan tertentu yang telah ditetapkan oleh daerah, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan PeraturanPemerintah ini. |
|
|
|
Pasal 53 |
|
| (1) | Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati / Walikota. |
|
| (2) | Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air Bupati / Walikota. |
|
|
|
BAB X |
|
|
| KETENTUAN PENUTUP |
|
|
|
Pasal 54
|
|
|
| Penetapan daya tampung beben pencemaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (3) wajib ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga ) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini |
|
|
|
Pasal 55 |
|
|
| Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 12 ayat (1) belum atau tidak ditetapkan, berlaku kreteria mutu air untuk kelas II sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu air. |
|
|
| Pasal 56 |
|
| (1) | Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, baku mutu air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini |
|
| (2) | Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dddari baku mutu air dalam peraturan pemerintah ini, maka baku mutu air sebelimnya tetap berlaku.
|
|
|
|
Pasal 57 |
|
| (1) | Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan baku mutu air limbahnya, maka baku mutu air limbah yang berlaku di daerah tersebut dapat ditetepkan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri. |
|
| (2) | Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetepkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.
|
|
|
|
Pasal 58 |
|
|
| Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang telah ada, tetap brlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan peraturan pemerintah ini. |
|
|
|
Pasal 59 |
|
|
| Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Penendalian Pencemaran Air ( Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409) dinyatakan tidak berlaku. |
|
|
|
Pasal 60 |
|
|
| Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. |
|
|
| Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
|